Total Tayangan Halaman

Rabu, 30 Maret 2011

Samurai Seharga Rp 25 M Hebohkan Warga Cipeundeuy





DUA bilah samurai berukuran 1,2 meter dan 80 cm milik Ayung Pranata (46), warga Kp. Baru, RT 03/RW 01, Desa Sirnagalih, Kec. Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB) membuat heboh warga setempat. Bahkan aparat kepolisian dari Polsek Cipeundeuy sampai harus turun tangan demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Lalu apa keistimewaan samurai tersebut, sampai membuat warga Cipeundeuy heboh? Ternyata harga yang ditawarkan seorang kolektor benda-benda bernilai sejarah dari Magelang, Jawa Tengah, yang jadi biang heboh.

Nilai yang ditawarkannya sangat fantastis. Kolektor yang bernama Yudi Prasetio ini kabarnya berani membeli sepasang samurai itu seharga Rp 25 miliar. Nominal yang luar biasa.

Banyaknya orang luar Cipeundeuy datang ke sebuah bangunan warung yang dikontrak Ayung Pranata pun membuat warga sekitar terusik. Apalagi orang yang datang untuk menemui Ayung Pranata katanya untuk berobat.

Yang menambah "kegaduhan" di lingkungan tempat tinggal pria yang pernah memiliki usaha barang rongsokan ini adalah cerita tentang samurai.

"Karena banyak warga yang mengeluh, petugas dari Polsek Cipeundeuy diterjunkan untuk meminta keterangan Ayung. Samurainya pun kita bawa ke Mapolsek Cipeundeuy. Langkah ini kami ambil untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan," kata Kapolsek Cipeundeuy AKP Endang Rahmat di ruang kerjanya, Jumat (11/3).

Secara kebetulan, tak lama setelah Ayung dijemput dari rumahnya Jumat (11/3) pagi datang 10 orang yang mengaku mediator kolektor ke Mapolsek Cipeundeuy. Mereka berasal dari Lampung dan Magelang yang sengaja menyusul ke Mapolsek Cipeundeuy hanya untuk melihat samurai yang membuat heboh warga tersebut.

Salah seorang mediator kolektor Soni (47) asal Kab. Lampung Timur mengaku datang ke Cipeundeuy hanya untuk melihat samurai. Kedatangannya bersama sembilan orang mediator kolektor yang salah satunya Yudi Prasetio.

"Saya diajak Pak Yudi kemari untuk melihat samurai," ujarnya.

Saat ditanyakan keasliaan pedang yang biasa dipakai para kesatria Jepang ini, Soni hanya geleng-geleng kepala. "Saya tidak tahu Mas. Yang tahu teman saya di Jakarta seorang kolektor benda bersejarah," kilahnya.

Sementara Ayung Pranata sehabis dimintai keterangan polisi juga tidak mengetahui secara persis asal usul samurai tersebut. Pedang itu diberikan kakeknya, H. Zarkasih yang sudah meninggal tahun 1979. Zarkasih merupakan mantan kepala stasiun kereta api Tagog Padalarang.

"Kakek hanya minta supaya saya menyimpannya. Katanya samurai ini pemberian dari seorang tentara Jepang," kata Ayung.

Tadinya dalam sangkur yang terbuat dari kulit miliknya terdapat juga tiga jenis pisau seperti pisau belati, satu berukuran 1,2 meter dan satunya lagi memiliki panjang 80 cm. Namun tiga pisau berukuran belatinya ini sudah lama hilang.

Di bagian pedang sendiri terdapat tulisan berupa angka 1718 dan 0215418. Angka 1718 dipercaya sebagai tahun pembuatan. Selain angka biasa, pedang ini dihiasi tulisan dengan huruf Jepang. Kedua samurai ini sangat lentur, tidak seperti yang biasa kita lihat di film-flim Jepang, kaku dan sangat tajam.

"Saya tidak tahu apakah angka 1718 itu menunjukkan tahun

pembuatan atau kode biasa. Sekalipun saya dikatakan orang 'pintar' tapi jujur saja saya tidak mengetahui khasiat atau kelebihan dari samurai ini," ujarnya.

Ia pun mengaku tidak pernah berniat menjualnya. Pesan kakeknya, kalau ada orang yang minta supaya diserahkan. Pedang ini biasanya tergantung di dinding rumahnya.

"Saya juga tidak tahu mengapa orang ingin memilikinya. Malah sampai ada yang pernah mengiming-imingi uang Rp 200 miliar segala. Orang itu mengaku bernama Dewi asal Jakarta. Tapi sampai sekarang tidak ada kabar beritanya lagi," katanya.

Lalu bagaimana dengan penawaran Rp 25 miliar? lagi-lagi Ayung mengatakan, bukan dirinya yang meminta harga atau memasang tarif. Harga yang ditawarkan itu datang dari orang yang hendak membeli.

"Yang minta saja harus dikasihkan, apalagi yang mau beli, pasti saya berikan. Uang Rp 25 miliar itu sangat besar, saya tidak bisa membayangkan tumpukan uangnya," katanya.

Pria bertubuh ramping ini sebelumnya tinggal di Desa Tagog Apu, Kec. Padalarang. Baru sekitar 9 bulan lalu ia pindah ke Cipeundeuy dengan menyewa warung milik Enok sebagai tempat tinggalnya yang baru.

Konon saat masih tinggal di Tagog Apu, banyak pula yang datang bertamu ke rumahnya. "Pindah ke Cipeundeuy, karena leluhur saya dari sini," ujarnya.





Jika pedangnya jadi dihargai Rp 25 miliar, mau diapakan uang sebanyak itu? Ayung hanya menjawab dengan tersenyum. Ia mengaku belum bisa membayangkannya. Ada-ada saja.

2 komentar:

  1. tolong sebagai penulis jgn membuat org yg membaca artikl ini semakin bodoh, pedang itu katana, samurai adalah pendekarnya

    BalasHapus